Fanatisme kelompok penggemar terhadap korean wave di bandung barat
FANATISME KELOMPOK PENGGEMAR TERHADAP
KOREAN WAVE DI BANDUNG BARAT
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat usulan penelitian
oleh
Melia Citra
2110631190023
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2021
Abstrak
Penelitian ini dilakukan dalam mengamati fenomena masuknya Korean
Wave di Indonesia, dimana hal ini menjadi bukti atas keberhasilan pemerintah
Korea Selatan dalam visi nasionalnya, yaitu memperkenalkan budaya mereka pada
dunia luar melalui globalisasi. Dalam pengumpulan data penelitian ini, penulis
menggunakan metode penelitian kualitatif menurut Sugiyono dengan teknik bola
saljunya, sehingga data-data yang dibutuhkan dalam meneliti perilaku konsumtif
yang disebabkan fanatisme kelompok penggemar terhadap Korean Wave di
Bandung Barat dapat terpenuhi dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui Korean Wave di Indonesia khususnya di Bandung Barat dan bagaimana
fenomena tersebut bisa membuat kelompok penggemar di Bandung Barat semakin
menjamur. Selanjutnya, penulis juga membahas mengenai masuknya Korean Wave
di Indonesia sehingga menyebar ke daerah-daerah yang fasilitas umumnya masih
jauh dibandingkan kota-kota besar di Indonesia. Menurut analisis dari data-data dan
hasil dari wawancara, perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor utama
dalam penyabaran fenomena ini. Atas dasar dari pernyataan Joli Jenson mnegenai
kelompok penggemar juga, penulis dapat mengatakan bahwa kelompok penggemar
dan fanatisme tidak bisa di pisahkan karena menurut Joli Jenson kelompok
penggemar dihantui oleh citra penyimpangan. Dimana Citra penyimpangan tersebut
yang berfotensi cukup tinggi untuk menjadi fanatik.
Kata kunci: Korean Wave, kelompok penggemar, fanatisme, perilaku
konsumtif.
ii
Abstract
This research was conducted to observe the phenomenon of the entry of the
Korean Wave in Indonesia, where this is evidence of the success of the South
Korean government in its national vision, which is to introduce their culture to the
outside world through globalization. In collecting the data of this research, the
writer uses a qualitative research method according to Sugiyono with his snowball
technique, so that the data needed in researching consumptive behavior caused by
fanaticism towards the Korean Wave in West Bandung can be fulfilled properly.
The purpose of this study is to find out the Korean Wave in Indonesia, especially in
West Bandung and how this phenomenon can make fan groups in West Bandung
mushroom. Furthermore, the author also discusses the entry of the Korean Wave
in Indonesia so that it spreads to areas where the general facilities are still far from
big cities in Indonesia. According to the analysis of the data and the results of
interviews, technological developments are one of the main factors in the spread of
this phenomenon. On the basis of Joli Jenson’s statement regarding fan groups as
well, the author can say that fan groups and fanaticism cannot be separated
because according to Joli Jenson fan groups are haunted by distorted images.
Where the image of the deviation has high enough potential to become fanatical.
iii
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Fanatisme Kelompok Penggemar Terhadap Korean Wave di Indonesia”. Adapun
tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini untuk meneliti fenomena Korean Wave yang
berdampak pada fanatisme kelompok penggemar sehingga berpengaruh pada
perilaku konsumtif seseorang. Selain itu, dari penyusunan karya tulis ilmiah ini
juga, penulis berharap dapat membantu menambah wawasan para pembaca
mengenai dampak dari globalisasi yaitu salah satunya perilaku konsumtif.
Tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr.
Mayasari, M. Hum selaku dosen mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia. Karena
berkat tugas yang diberikan beliau, penulis dapat menambah wawasan yang
berkaitan dengan topik yang telah diberikan. Dan tak lupa juga penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang
membantu dalam proses penyusunan penelitian ini
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan karya tulis
ilmiah ini masih melakukan banyak kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon
maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam
penelitian ini. Penulis juga berharap adanya kritik serta saran yang membangun dari
pembaca guna meningkatkan kemampuan dalam menulis karya tulis ilmiah.
iv
Daftar Isi
Fanatisme Kelompok Penggemar Terhadap
Korean Wave di Bandung Barat
Abstrak …………………………………………………………………………………………………….. ii
Abstract …………………………………………………………………………………………………… iii
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………………. iv
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………………… v
BAB 1 ……………………………………………………………………………………………………… 7
PENDAHULUAN …………………………………………………………………………………….. 7
1.1
Latar Belakang …………………………………………………………………………….. 7
1.2
Batasan Masalah …………………………………………………………………………… 9
1.3
Rumusan Masalah ………………………………………………………………………… 9
1.4
Tujuan Penulisan ………………………………………………………………………….. 9
1.5
Manfaat Penulisan ………………………………………………………………………. 10
BAB II ……………………………………………………………………………………………………. 11
LANDASAN TEORI ……………………………………………………………………………….. 11
2.1
Globalisasi …………………………………………………………………………………. 11
2.2
Korean Wave ……………………………………………………………………………… 12
2.3
Kelompok ………………………………………………………………………………….. 13
2.4
Kelompok Penggemar …………………………………………………………………. 14
2.5
Fanatisme …………………………………………………………………………………… 14
2.6
Perilaku Konsumtif……………………………………………………………………… 15
BAB III ………………………………………………………………………………………………….. 17
METODE PENELITIAN ………………………………………………………………………….. 17
3.1 Desain Penelitian ……………………………………………………………………………. 17
v
3.2 Informan Penelitian ………………………………………………………………………… 18
3.3
Teknik Pengumpulan Data …………………………………………………………… 18
3.4
Uji Keabsahan Data …………………………………………………………………….. 20
3.5 Teknik Analisis Data ………………………………………………………………………. 21
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………………………………………. 22
BAB IV ………………………………………………………………………………………………….. 23
PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………………… 23
4.1 Korean Wave Di Indonesia………………………………………………………………….. 23
4.2 Korean Wave, Fanatisme dan Kelompok Penggemar ………………………….. 25
4.3 Perilaku Konsumtif Kelompok Penggemar ………………………………………… 27
BAB V……………………………………………………………………………………………………. 29
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………………………….. 29
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………………………. 29
5.2 Saran …………………………………………………………………………………………….. 30
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………. 31
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Adanya arus globalisasi yang membuka jendela penyebaran informasi
membawa remaja Indonesia pada Korean Wave atau gelombang korea. Dimana
populeritas produk korea, seperti K-Pop, K-Drama, K-Fashion, K-Food dan lainlain membuat komunitas penggemar atau fandom di Indonesia semakin menjamur.
Khususnya kelompok penggemar K-Pop atau Korean Popular Music atau bisa
dikatakan sebagai salah satu genre musik di negeri ginseng tersebut mulai
menguasai segala aspek kehidupan di wilayah asia termasuk Indonesia bahkan kini
mulai merambah ke Eropa dan Amerika.
Kelompok penggemar sendiri merupakan kelompok yang berpartisipasi secara
aktif dalam konsumsi teks budaya (music, film, karya sastra dan lain sebagainya).
Secara umum penggemar dapat menciptakan budaya mereka sendiri dengan bahasa
dan aktivitas yang dilakukan. Sebagai dampak menjadi konsumen dari teks budaya,
penggemar pada akhirnya membentuk produksi budaya baru dengan kreatifitas
yang dimilikinya, misalnya saja dalam bidang sains dan seni yang biasa disebut
sebagai fan fiction dan fan art.
Beberapa penggemar memiliki karakteristik seperti fanatic fan yang bisa saja
melakukan sesuatu yang mengganggu privasi idolanya, melanggar norma
masyarkat bahkan melakukan hal-hal ekstrim demi orang yang di senangi. Namun
ada juga penggemar yang hanya sekedar suka dan menikmati setiap karyanya tanpa
7
8
mengganggu atau mencari tahu kehidupan pribadi sang idola. Dalam kasus
penggemar, dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, diantaranya below average
fangirl, dimana tipe penggemar ini memiliki obsesi terhadap idolanya namun
mereka terkesan kurang dewasa dan merekapun sadar akan hal itu sehingga tipe
penggemar ini merupakan penggemar yang paling sedikit berpotensi menimbulkan
kekacauan, menghina atau bahkan mengganggu kelompok penggemar lain.
Kemudian tipe average fangirl atau penggemar yang sering terlihat di internet
dengan fantasi bertemu atau menikah dengan idolanya. Pada umumnya penggemar
tipe ini cenderung berkata-kata kasar, mudah tersinggung serta bersikap berlebihan
terhadap sesuatu tanpa melihat kondisi sekitar. Selanjutnya ada above average
fangirl merupakan penggemar tipe terakhir yang memiliki obsesi serta fantasi yang
lebih tinggi dari tipe-tipe sebelumnya. Dimana tipe ini yang paling berpotensi
menyebabkan fan war atau perang antar kelompok penggemar di jejaring sosial.
Berkenaan dengan hal itu, stereotip yang melekat pada penggemar K-Pop
seperti selalu bersikap berlebihan, obsesif, adiktif dan konsumtif sangat sulit
dihilangkan. Sebagian besar penggemar K-Pop secara terang-terangan menyatakan
rasa cintanya pada idola meraka di dunia maya yang dapat dilihat oleh semua orang.
Kemudian mereka juga tak segan-segan mengeluarkan dana yang tidak sedikit
untuk membeli album bahkan merchandise yang harganya tidak masuk akal bagi
kebanyakan orang. Contohnya saja pada penggemar BTS, dimana pada ulang tahun
salah satu membernya yaitu Jungkook. Di ulang tahun ke-21, Jungkook
mendapatkan hujan hadiah dari penggemarnya, namun yang paling menarik
perhatian adalah hadiah dari penggemarnya yang membelikan sebidang hutan yang
9
di beri nama Jungkook Forest. Selain itu Jungkook juga mendapatkan sertifikat
kepemilikan bintang dengan nama aslinya yaitu Jeon Jungkook. Kemudian
Jungkook juga mendapatkan sebidang tanah di planet Mars atas nama dirinya dari
penggemar royal tersebut. Tentu saja hadiah-hadiah tersebut cukup merogoh kocek
yang cukup fantastis.
Perilaku-perilaku konsumtif seperti inilah yang menjadi salah satu dampak
perilaku dari sindrom fanatisme.
1.2 Batasan Masalah
Korean wave yang terjadi di Indonesia memunculkan kelompok penggemar
yang sedikitnya berdampak pada beberapa orang khususnya remaja. Berkenaan
dengan hal itu, penulisan karya tulis ilmiah ini juga akan memfokuskan pada
fanatisme remaja yang disebabkan Korean wave sehingga menimbulkan perilaku
konsumtif, terkhusus perilaku konsumtif remaja di kabupaten Bandung Barat.
1.3 Rumusan Masalah
1. Seperti apa Korean Wave yang terjadi di SMA Negeri 1 Indonesia?
2. Bagaimana Korean Wave bisa menimbulkan fanatisme pada kelompok
penggemar di Bandung Barat?
3. Seperti apa prilaku konsumtif yang diakibatkan fanatisme kelompok
penggemar di Bandung Barat?
1.4 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui seperti apa Korean Wave yang terjadi di Indonesia.
10
2. Untuk mengenal fanatisme kelompok penggemar yang disebabkan Korean
Wave di Bandung Barat.
3. Untuk mempelajari prilaku konsumtif yang diakibatkan fanatisme kelompok
penggemar di Bandung Barat
1.5 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Dari penulisan karya ilmiah yang ini diharapkan mampu memberikan
informasi secara umum bagi disiplin ilmu sosial serta diharapkan dapat menjadi
bahan referensi terhadap penelitian sejenis.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang dapat diambil dari penulisan karya ilmiah ini diharapkan
mampu memberikan informasi baru mengenai topik yang diangkat bagi semua
kalangan khususnya kelompok penggemar, serta memberikan pengetahuan bagi
pembaca sehingga dapat menjadi bahan perbandingan dalam menerima budaya
luar yang masuk.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Globalisasi
Istilah globalisasi pertama kali digunakan oleh Theodore Levitte pada tahun
1985. Ekonom Amerika-Jerman ini mengatakan bahwasanya globalisasi
merupakan proses penggabungan internasional yang terjadi karena pertukaran
pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek kebudayaan lainnya. Sedangkan
menurut salah satu tokoh pendidikan dan pemerintahan Indonesia yaitu Kanjeng
Pangeran Prof. Dr Selo Soemardjan, beliau berpendapat bahwa globalisasi adalah
suatu proses terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi yang terjadi diantara
masyarakat dunia dengan tujuan untuk mengikuti sisitem dan kaidah-kaidah
tertentu yang sama, misalnya terbentuknya PBB dan OKI.
Anthony Giddens (1989) mengungkapkan bahwa globalisasi merupakan
proses peningkatan dependensi antar masyarakat dunia. Hal ini ditandai dengan
adanya kesenjangan tingkat kehidupan antara masyarakat industri dan masyarakat
dunia ketiga atau negera yang pernah dijajah oleh negara Barat dan mayoritas mata
pencaharian masyarakatnya ada di sektor pertanian.
Berkenaan dengan pemaparan sebelumnya, menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), globalisasi adalah proses masuknya informasi, pandangan,
kebudayaan, dan teknologi di ruang lingkup dunia. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa globalisasi bisa dikatakan sebagai proses pertukaran,
penggabungan, dan pembaharuan segala aspek kebudayaan yang mencakup
masyrakat dunia, khususnya di negara-negara berkembang.
11
12
2.2 Korean Wave
Menurut Ariffin (2013 : 22-23), Korean Wave atau lebih dikenal dengan istilah
Hallyu atau Hanryu merupakan popularitas budaya Korea Selatan di negara-negara
Asia lain. Dimana budaya popular Korea tersebut meliputi film, drama, musik pop
dengan dua hal terakhir merupakan hal yang menjadi ikon dari budaya popular
dalam Korean Wave.
Han & Lee dalam Oh Et Al (2013 : 2) berpendapat bahwa Korean Wave dapat
diartikan sebagai sebuah fenomena dari budaya korea, meliputi drama televisi, filmfilm, musik pop, fashion, dan game online telah diminati dan tersebar diantara
masyarakat Jepang, Cina, Hongkong, Taiwan, dan negara Asia lain.
Sedangkan menurut Nasiti (2010), Korean Wave merupakan salah satu upaya
pemerintah Korea dalam pewujudan visi nasional dan sasaran strategi
pembangunan negara melalui globalisasi yang digencarkan pada tahun 1994.
Melalui Korean Wave pemerintah Korea berhasil mengenalkan budaya Korea pada
dunia luar, disamping hal itu juga pemerintah Korea sukses dalam mengatasi
polemik ekonomi dalam negeri pada tahun 1997, dimana negara-negara Asia
termasuk Korea Selatan tengah mengalami krisis moneter.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Korean
Wave merupakan upaya pemerintah Korea Selatan dalam menyebarluaskan tren
budayanya melalui globalisasi. Budaya disini meliputi hal seperti drama, film,
musik, fashion, makanan, pariwisata dan lain sebagainya.
13
2.3 Kelompok
Cartwright & Zender (1968), serta Levin (1948) dalam Aronson (2005)
berpendapat bahwa kelompok merupakan kumpulan dari dua orang atau bahkan
lebih, dimana mereka berinteraksi dan saling bergantung satu sama lain dalam
rangka memenuhi kebutuhan dan tujuan bersama sehingga interaksi tersebut
menimbulkan pengaruh terhadap satu sama lain.
Asal usul kelompok sendiri dipaparkan oleh Soekanto (2009), menurutnya
Adam telah ditakdirkan hidup bersama dengan manusia lain, yaitu istrinya Siti
Hawa. Hal ini menunjukan bahwa Adam dan Siti Hawa merupakan kelompok
manusia pertama di dunia. Pernyataan tersebut juga didukung oleh surah AlBaqorah ayat 30, yang menjelaskan bahwa penciptaan Adam memiliki tujuan untuk
menjadi khalifah (pemimpin bagi umat manusia/masyarakat) di bumi. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa, Allah SWT sudah menunjukan bahwa manusia hidup
dalam kelompok sosial yang di dalamnya ada yang memiliki peran sebagai
pemimpin.
Sedangkan dalam sudut pandang lain, Summerhayes (2010) dalam Saleh
(2012) berpendapat bahwa manusia memiliki dua langkah untuk memiliki
kehidupan berkelompok: yang pertama, adanya pergeseran 52 juta tahun lalu
primata telah meninggalkan cara mencari makanan sendiri menjadi berkelompok;
kedua, sekitar 16 juta tahun lalu primate mulai membentuk kelompok-kelompok
kecil yang lebih stabil dari sebelumnya, contohnya antara laki-laki dnegan
perempuan untuk mendapatkan keturunan dengan laki-laki yang paling kuat
berperan sebagai pemimpin.
14
Dari beberapa sudut pandang di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok
merupakan sekumpulan orang, terdiri dari dua atau lebih yang menciptakan
interaksi dan ketergantungan sehingga dapat mempengaruhi satu sama lain. Untuk
terciptanya sebuah kelompok dimulai dari kebutuhan serta tujuan yang sama
diantara setiap individu sehingga dapat aktivitas yang selaras, rukun dan tentram.
2.4 Kelompok Penggemar
Fauziah & Kusumawati (2015) menyatakan bahwa kelompok penggemar atau
lebih sering dikenal dengan istilah fandom merupakan singkatan dari fanatic dan
kingdom atau freedom. Istilah ini biasa digunakan pada sebuah subkultur yang
dibangun oleh para penggemar yang memiliki ketertarikan yang sama.
Menurut Jenson kelompok penggemar merupakan sekumpulan fans atau
penggemar yang tergabung menjadi satu. Kelompok penggemar merupakan
komunitas dimana para penggemar dapat membangun identitas budaya melalui
keterikatan pada teks media.
2.5 Fanatisme
Chung dkk (2014) menjelaskan bahwa fanatisme merupakan pengabdian
seseorang yang luar biasa untuk sebuah objek yang terdiri dar. Objek disini dapat
mengacu pada merek, produk, orang atau kegiatan konsumsi lainnya. Fanatisme
juga dapat disebut sebagai orientasi atau sentimen yang mempengaruhi seseorang
dalam melakukan, memberi, memutuskan, memahami bahkan merasakan sesuatu.
Fanatisme juga biasanya bersifat tidak rasional maka argument rasional tidak dapat
berpengaruh pada perilaku penggemar fanatik.
15
Patriot (2001:16) juga berpendapat bahwa fanatisme dipandang sebagai
penyebab munculnya perilaku kelompok yang terkadang menimbulkan perilaku
agresi. Individu yang memiliki sifat fanatic akan cenderung kurang memperhatikan
kesadaran sehingga perilaku individu tersebut tidak terkontrol dan tidak rasional.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri menyebut fanatisme sebagai
sebuah keyakinan atau kepercayaan yang kuat terhadap ajaran seperti politik,
agama dan lain sebagainya. Oleh karena itu fanatisme dapat dikatakan sebagai
kepercayaan seseoarang terhadap sebuah objek, gairah, keintiman, dan dedikasi
yang luar biasa dimana hal ini menimbulkan perilaku yang tidak terkontrol dan
tidak rasional.
2.6 Perilaku Konsumtif
Fromm (1995) memiliki pendapat bahwa keinginan masyarakat di era modern
lebih merujuk pada tujuan untuk mengkonsumsi sesuatu yang sepertinya telah
kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya. Aktivitas konsumen
saat ini sering kali dilakukan secara berlebihan dan menitik beratkan pada
kesenangan atau kepuasan, meskipun hal tersebut bersifat semu.
Setiaji (1995) juga menjelaskan bahwa perilaku konsumtif merupakan
kecenderungan prilaku berlebihan pada diri individu dalam membeli sesuatu atau
membeli secara tidak terencana. Berkenaan dengan hal itu, seseorang dapat
membelanjakan uangnya dengan tidak rasional, sekedar untuk mendapatkan
barang-barang
keistimewaan.
yang
menurut
anggapan
mereka
dapat
menjadi
simbol
16
Adapun Kartodiharjo (1995) berpendapat bahwa perilaku konsumtif dapat
dikatakan sebagai ekonomi sosial, dimana perkembangannya di pengaruhi oleh
faktor kultural dan peran mode atau produk-produk tertentu yang mudah menular.
Selain itu, sikap seseorang yang tidak mau ketinggalan tren yang berlandaskan
gengsi sering menjadi motivasi dalam memperoleh produk.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif
adalah perilaku seseorang yang berperan sebagai konsumen dalam membeli suatu
produk secara berlebihan dan tidak rasional yang menimbulkan pemborosan dan
lebih mengutamakan kepuasan pribadi daripada kebutuhan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Menurut Lexy Moleong (2006: 04) pendekatan kualitatif merupakan pendekatan
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun tidak
tertulis (lisan) orang-orang meliputi perilaku yang dapat diamati. Pendekatan
kualitatif memiliki karakteristik alami atau nature serfing dimana hal ini berlaku
sebagai sumber data langsung, deskriftif, dengan proses lebih dipentingkan dari
pada hasil. Analisnya pun cenderung dilakukan secara analisis induktif dan maknamakna yang didapat merupkan hal yang esensial.
Sugiyono berpendapat bahwa dalam pendekatan kualitatif, pengambilan
semple peneliti menggunakan teknik bola salju (snowball sampling). Teknik ini
merupkan teknik penentuan sempel yang berawal dari jumlah kecil hingga
kemudian menjadi besar. Dimana dalam penentuan sempel, lankah pertama yaitu
memilih satu atau dua orang, ketika dua orang tersebut dirasa belum lengkap dalam
pemberian data yang dibutuhkan, maka peneliti akan mencari orang lain yang
dipandang bisa memberikan data atau melengkapi data yang diberikan dua orang
sebelumnya. Hal ini berlaku seterusnya hingga data yang dibutuhkan sudah
terpenuhi sepenuhnya.
17
18
3.2 Informan Penelitian
Sukandarumidi (2002: 65) mengatakan bahwa informan penelitian adalah baik
orang, benda ataupun lembaga (organisasi) yang sifat keadaannya dapat diteliti dan
dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Sedangkan informan dalam
penelitian ini adalah 10 orang dari kelompok penggemar yang berasal dari beberapa
daerah di Indonesia, dimana mereka mengetahui dengan jelas mengenai fenomena
Korean Wave yang tengah terjadi saat ini.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Menurt Sugiyono (2010), teknik pengumpulan data merupaka hal yang penting
karena dalam penelitian, tujuan utamanya adalah mendapatkan data. Adapun
penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Dokumentasi
Burhan (2008: 122) mengatakan bahwa dokumentasi adalah metode yang
digunakan untuk menelusuri historis. Bisa dibilang, dokumentasi merupakan
metode yang mengkaji dan mengolah data dari dokumen-dokumen yang sudah ada
sebelumnya hingga dapat mendukung data penelitian yang dilakukan. Pada
penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan penelitianpenelitian sejenis yang membahas mengenai, Korean Wave, fanatisme dan perilaku
konsumtif dari kelompok penggemar.
2. Observasi
Menurut Sugiyono (2012: 166), observasi adalah teknik pengumpulan data
yang dilakukan untuk mengamati perilaku manusia, proses kerja, dan gejalagejala alam, dan responden. Pada penelitian kali ini, observasi dilakukan untuk
19
mengamati perilaku kelompok penggemar di kabupaten Bandung Barat dan
pengamatan ini berfungsi menambah data yang belum diperoleh melalui
wawancara dari para informan.
3. Wawancara
Menurut Esterberg dalam Sugiyoni (2015: 72), wawancara adalah pertemuan
yang dilakukan oleh dua orang untuk bertukar informasi maupun suatu ide dengan
metode tanya jawab, sehingga dapat dikerucutkan menjadi sebuah kesimpulan
atau makna dalam pembahasan tertentu.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
dokumentasi dan wawancara. Peneliti menggunakan jenis wawancara terpimpin
(interviewed guide) dan wawancara semi struktural. Wawancara terpimpin yaitu
wawncara yang dilakukan dimana pewawancara membawa sederetan pertanyaan
secara lengkap dan terperinci. Wawancara terpimpin juga bisa dikatakan sebagai
wawancara yang menggunakan panduan dari inti masalah yang diteliti. Dengan
adanya pertanyaan atau panduan dari inti masalah, fenomena yang diselidiki akan
memudahkan dan melancarkan jalannya wawancara dan wawancara yang
dilakukan tidak keluar dari tujuan penelitian. Wawancara semi struktural sendiri
merupakan wawancara yang dilakukan oleh pewawancara dengan menentukan
sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan saat sesi tanya
jawab dimana pertanyaan yang diajukan diselaraskan dengan rumusan masalah.
20
3.4 Uji Keabsahan Data
Data yang sudah dikumpulkan dari teknik-teknik pengumpulan data yang
sudah dijelaskan sebelumnya harus dipastikan ketepatan dan kebenarannya. Maka
dari itu peneliti perlu menentukan cara yang tepat dalam mengembangkan validitas
data yang diperoleh. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, uji valididtas ini
digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu data. Suatu data dapat
dinyatakan sah atau valid jika pernyataan informan mampu mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur atau diteliti oleh peneliti fenomena tersebut.
Dalam pernyataan Sugiyono (2008: 267), validasi merupakan derajat ketepatan
antara data yang terjadi pada obyek peneliti dengan daya yang dapat dilaporkan
oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid merupakan data yang tidak berbeda
antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sungguh terjadi pada
obyek penelitian.
Adapun pengembangan validitas yang digunakan oleh peneliti pada penelitian
kali ini adalah teknik triangulasi. Dimana menurut Sugiyono (2008: 274), teknik ini
menguji kreadibilitas sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, cara dan
waktu. Teknik triangulasi sendiri dibagi menjadi tiga, diantarnya sebagai berikut:
1. Triangulasi sumber dimana triangulasi ini menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa
sumber.
2. Triangulasi teknik, teknik ini menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
21
3. Triangulasi waktu dimana waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data.
Pengambilan datanya pun harus disesuaikan dengan kondisi narasumber.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dengan arti
peneliti akan membandingkan informasi yang diperoleh dari satu sumber dengan
sumber lain.
3.5 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari berbagai sumber melalui studi dokumentasi,
observasi dan wawancara sebagian besar merupakan data yang diperoleh melalui
data kualitatif, yaitu data yang tidak bisa dikategorikan secara statistic. Dalam
penggunaan analisis kualitatif, pengintepretasiannya ditentukan terhadap apa yang
ditemukan dan pengambilan kesimpulan akhir menggunakan logika atau penalaran
sistematis. Sedangkan analisis kualitatif yang digunakan adalah model analisis
interaktif, yaitu model analisis yang memerlukan tiga komponen, diantaranya
sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Sugiyono (2008: 247) menjelaskan bahwa mereduksi data bisa diartikan
sebagai merangkum, memilih hal-hal yang pokok dengan memfokuskan pada halhal penting, dicari pola dan temanya. Dengan mereduksi data akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya.
2. Penyajian Data
Menurut Sugiyono (2008: 249), penyajian data dalam penelitian kualitatif
dilakukan dalam bentuk deskripsi singkat, bagan, hubungan antar kategori,
22
flowerchart, dan sejenisnya. Penyajian ini disusun secara logis dan sistematis
dalam bentuk narasi kalimat, jenis matriks, gambar atau skema, jaringan kerja,
kaitan kegiatan, dan juga tabel sebagai pendukung narasinya. Penyajian data
seperti ini merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid.
3. Penarikan Kesimpulan
Sugiyono (2008: 253) berpendapat bahwa kesimpulan adalah temuan baru dan
belum pernah ada, temuan ini disini berupa hal yang masi remang-remang dan
menjadi jelas setelah diteliti. Penarikan kesimpulan disini juga bisa dikatakan
sebagai upaya mencari makna, arti dan penjelasan dari data yang sudah
dikumpulkan yang sudah melalui teknik pengumpulan dan analisis untuk mencari
inti masalah-masalah yang penting.
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Bandung Barat, provinsi Jawa Barat,
Indonesia dengan teknik wawancara bola salju yang dipaparkan oleh Sugiyono.
Dimana para partisipan terdiri dari kelompok penggemar yang berasal dari
kabupaten Bandung Barat. Adapun waktu pelaksanaan dalam penelitian ini dimulai
sejak bulan September 2021 hingga Januari 2022.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Korean Wave Di Indonesia
Korean Wave atau gelombang korea merupakan budaya popular Korea Selatan
yang intensitas keberadaannya sudah tidak asing lagi di Indonesia. Bahkan orangorang diluar kelompok penggemar Korean Wave juga tahu mengenai budaya Korea
Selatan ini. Pada umumnya, ketika seseorang ditanya mengenai Korea, mereka
sudah mampu menyebutkan satu hal yang identik dengan negeri Ginseng ini, seperti
K-Pop, K-Drama dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan bahwasanya pemerintah
Korea Selatan berhasil dalam visi nasionalnya, yaitu upaya dalam memperkenalkan
budayanya ke dunia luar khususnya di Asia.
Di Indonesia sendiri, Korean Wave berawal dari drama Korea (K-Drama) yang
mana drama ini lebih dulu mendunia dan dikenal sebelum musik, fashion, makanan
dan tren budaya Korea lainnya. Drama korea dikemas semenarik mungkin dengan
beragam genre, mulai dari romance, thriller, horror, criminal dan lain sebagainya,
serta durasi dan episode yang tidak memakan waktu lama seperti drama-drama di
negara lainnya sehingga menjadi daya pikat tersendiri bagi penikmatnya.
Selain dramanya, kini salah satu genre musik Korea Selatan, yaitu K-Pop
menjadi batu loncatan tersendiri bagi Korea Selatan. Memang hanya dengan
dramanya, Korea Selatan sudah mampu menempatkan diri di pasar Asia, akan tetapi
dengan K-Pop Korea Selatan semakin mendunia lagi bahkan menembus negara-
23
24
negara maju di Eropa. Di Indonesia sendiri K-Pop sudah menjadi fenomena
tersendiri di kalangan remaja bahkan anak usia dibawah 17 tahun pun sudah
mengenal budaya tersebut.
Selain marketing yang dikemas semenarik mungkin oleh pemerintah Korea
Selatan dalam menjual budayanya, globalisasi dan perkembangan teknologi juga
berpengaruh pada masuknya dan penyebaran Korean Wave di Indonesia.
Kebanyakan partisipan, ketika ditanya dari mana mereka mengetahui budaya Korea
Selatan, diantaranya menjawab mereka mengenal budaya tersebut melalui iklan,
media sosial, dan game online. Dari sana dapat disimpulkan bahwa disamping
fungsi utama sebuah internet yaitu sebagai penyebar informasi dan hiburan, internet
juga dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah Korea Selatan dalam mengatur
pasar produk komoditas dalam suatu lingkungan masyarakat termasuk di
lingkungan masyarakat Indonesia.
Berkenaan dengan hal diatas kehadiran budaya popular Korea di Indonesia
juga ditandai dengan membludaknya jumlah konser K-Pop beberapa tahun terakhir
sebelum adanya pandemic Covid-19. Pada tahun 2017 kurang lebih sudah ada
konser K-Pop yang dilaksanakan, salah satunya boyband yang saat ini tengah
meraih populeritasnya yaitu BTS. Kemudian ditahun 2018 juga terhitung ada enam
konser K-Pop, dimana salah satunya Twice, yang merupakan girlband yang
namanya sudah melejit didunia entertaimentt.
Selain konser K-Pop, sebagai wujud dari popularitas budaya korea. Dibeberapa
daerah sudah digelar festifal Budaya Korea, salah satunya Festival Budaya Korea
25
KORIN yang diselenggarakan oleh Komunitas Bahasa Korea Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro. KORIN sendiri merupakan acara rutin tahunan yang di
selenggarakan di UNDIP Semarang, Jawa Tengah. Festival tersebut dimeriahkan
dengan acara-acara seperti, dance cover, sing cover, idol look alike, dan KORIN
Langguage Competition.
Bukan hanya music dan dramanya, makanan Korea Selatan juga semakin
dikenal di Indonesia. Mulai dari makanan ringan, makanan instan, cepat saji hingga
restoran-restoran yang menyajikan makanan khas Korea kini sudah tersebar luas di
Indonesia. Disamping itu teknologi dan fashion mereka sangat mudah ditemukan
disegala penjuru Indonesia.
4.2 Korean Wave, Fanatisme dan Kelompok Penggemar
Korean Wave memunculkan kelompok-kelompok penggemar di Indonesia,
mulai dari penggemar K-Pop, K-Food, K-Drama, K-Fashion dan lain sebagainya.
Penggemar-penggemar tersebut dikerucutkan lagi pada kelompok yang hanya
menyukai boyband dan girlband tertentu, makanan tertentu, actor dan aktris
tertentu, dan merek tertentu yang berhubungan dengan budaya Korea. Semakin
banyak kelompok penggemar Korean Wave di Indonesia maka semakin dikenal
pula budaya Korea.
Disamping itu, akses internet yang semakin mudah membuat siapa saja dapat
mengakses informasi dari berbagai belahan dunia termasuk Korea Selatan. Hal ini
juga yang menyebabkan semakin menjamurnya kelompok penggemar di Indonesia.
Selain itu, media sosial menjadi salah satu tempat bagi kelompok penggemar
26
membuat budaya mereka sendiri. Dengan berinteraksi dengan orang-orang yang
menaruh minat yang sama dari segala penjuru di Indonesia, kelompok penggemar
mampu menciptakan budaya dan pasar mereka sendiri.
Mengutip dari data survey Kumparan, sebanyak 56 persen penggemar Korea
menghabiskan waktu 1-5 jam berselancar di media sosial untuk mencari segala jenis
informasi yang berkaitan dengan sang idola bahkan sampai pada informasi pribadi.
Kemudian 28 persen penggemar bahkan menghabiskan waktu lebih dari 6 jam di
media sosial. Dari data tersebut kita bisa mengatakan bahwa penggemar mampu
menghambiskan waktunya berjam-jam demi sang idola dan berdiskusi dengan
orang-orang yang menaruh minat yang sama dengan mereka. Penggemar seperti itu
dapat dikatakan sudah mengarah pada penggemar fanatic atau penggemar yang
sudah memiliki sifat fanatisme.
Menurut Joli Jenson, kelompok penggemar dihantui oleh citra penyimpangan.
Penggemar sendiri sering kali dicirikan dengan kefanatikan yang fotensial atau
orang-orang yang berfotensi cukup tinggi untuk menjadi fanatic. Disampaikan oleh
Eliani dkk (2018: 62) fanatisme merupakan sebuah keyakinan terhadap objek
fanatic yang dikaitkan dengan sesuatu yang berlebihan pada suatu objel dimana
sikap fanatic ini ditujukan dengan aktivitas, ras aantusias yang ekstrim, keterikatan
emosi, rasa cinta dan minat yang berlebihan yang berlangsung dalam waktu yang
lama.
27
4.3 Perilaku Konsumtif Kelompok Penggemar
Perilaku konsumtif dari para kelompok penggemar korean wave menjadi suatu
hal yang wajar bagi orang yang bukan penggemar, para penggemar rela
mengeluarkan uangnya demi hal yang mereka inginkan dikarenakan apa yang ingin
mereka beli tersebut berhubungan langsung dengan para idolanya. Para penggemar
fanatic sama sekali tidak akan merasa keberatan apabila harus mengeluarkan uang
dengan jumlah yang besar demi keinginannya untuk memiliki sesuatu yang mereka
inginkan, tentunya apabila di gunakan untuk membeli hal yang bermanfaat, pasti
akan lebih baik. Tetapi, bagi mereka mengamburkan uang demi apa yang mereka
inginkan bukan lah sebuah masalah yang serius.
Para penggemar biasanya mengeluarkan uang banyak bahkan, bisa sampai
jutaan rupiah hanya untuk membeli barang atau makanan yang bagi orang awam
adalah hal yang terlalu berlebihan, contohnya membeli alat elektronik seperti yang
mereka lihat dalam drama K- Series, makanan yang mereka lihat dalam K-Series
dan lain sebagainya, yang sudah pasti berhubungan dengan yang para penggemar
idolakan.
Menurut Jean Baurillard, media massa juga mempengaruhi gaya hidup dan
pola konsumsi masyarakat. Kebutuhan masyarakat diciptakan melalui iklan-iklan
yang memikat. Seperti yang diungkapkan oleh Baudrillard, iklan mengkodekan
produk dengan simbol-simbol untuk membedakan dan menunjukkan keragaman
objek di antara produk-produk lain dan akan berpengaruh ketika dikonsumsi.
Seseorang dapat terpengaruh oleh iklan-iklan yang ditampilkan, sehingga mereka
28
mempunyai keinginan untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan iklan
tersebut. Mereka ingin tampil baik dan sempurna seperti artis Korea yang menjadi
icon pada suatu iklan. Oleh karena itu, adanya pengaruh teman, budaya, dan media
massa maka pola konsumsi para Korea Lovers cenderung konsumtif karena
seringnya membeli barang-barang berbau Korea. Mereka juga ingin terlihat cantik
dan mewah seperti artis favoritnya, sehingga secara sadar atau tidak, budaya pop
Korea yang disebarkan melalui media memproduksi apa yang disebut sebagai
kesadaran palsu sehingga para penggemar Korea tak sadar bahwa mereka telah
terhegemoni. (Wijayanto, 2012)
Para penggemar korean wave terkadang menabung demi bisa membeli apa pun
barang yang idolanya kenakan, tetapi menurut sebagian orang atau orang yang
bukan penggemar korean wave, hal tersebut akan terlihat mubazir dikarenakan
menurut mereka hal tersebut sangat berlebihan dan mengambur-hamburkan uang.
Tetapi, menurut para penggemar hal itu bukan lah hal yang mubazir, karena mereka
sangat ingin memiliki barang yang memang idolanya kenakan agar terlihat seperti
idolanya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Korean Wave dan Fanatisme Kelompok Penggemar, berdasarkan dari data
yang telah dikumpulkan oleh penulis mengenai fenomena di atas dapat disimpulkan
bahwa Korean Wave memasuki Indonesia melalu kemajuan teknologi yang mana
salah satunya media sosial yang marak dikalangan entah itu remaja di kota-kota
besar maupun daerah di Indonesia termasuk kabupaten Bandung Barat. Melalui
media sosial ini kelompok penggemar melakukan aktivitas mereka mulai dari
membuat budaya baru hingga menyalurkan fanatisme terhadap idola mereka sendiri
secara terang-terangan. Dari beberapa teori yang disampaikan dan wawancara yang
telah dilakukan, penulis dapat menyimpulkan bahwa fanatisme dan kelompok
penggemar tidak bisa dipisahkan karena kelompok penggemar sendiri merupakan
orang-orang yang berfotensi sangat tinggi mengalami fanatisme.
2. Fanatisme Kelompok Penggemar dan Perilaku Konsumtif, berdasarkan dari
data yang telah dikumpulkan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumtif dipengaruhi oleh media massa. Dimana pengemasan iklan yang
disampaikan dengan baik dan bintang iklan yang memiliki pengaruh cukup besar
membuat kelompok penggemar mempunyai keinginan untuk mengkonsumsi
produk yang ditawarkan iklan tersebut. Disamping itu keinginan untuk terlihat
sempurna seperti idola mereka pun menjadi salah satu faktor penentu apakah
kelompok penggemar memiliki perilaku konsumtif atau tidak.
29
30
5.2 Saran
1. Saran Teoritis
Dengan segala kerendahan hati, saran yang ingin disampaikan oleh penulis
bagi disiplin ilmu sosial dan pemerintah yaitu lebih menanamkan kembali ideologi
kepada penerus generasi bangsa, dengan lebih mengedepankan budaya kita
dibandingkan dengan budaya luar.
1. Manfaat Praktis
Semetara itu, tidak meninggalkan kerendahan hati sebelumnya. Penulis juga
ingin menyampaikan kepada kelompok penggemar dan remaja-remaja Indonesia
lainnya agar lebih memilah kembali budaya yang masuk dan lebih bijak dalam
mengagumi idolanya tanpa mengganggu privasi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
ADI, G. K. H. (2019). KOREAN WAVE (Studi Tentang Pengaruh Budaya Korea
Pada Penggemar K-Pop di Semarang) (Doctoral dissertation, Fakultas Ilmu
Budaya).
Apriliani, I., Muharsih, L., & Rohayati, N. (2021). FANATISME DAN
PERILAKU KONSUMTIF PADA KOMUNITAS PENGGEMAR K-POP
DI KARAWANG. Empowerment Jurnal Mahasiswa Psikologi Universitas
Buana Perjuangan Karawang, 1(1), 75-84.
Eliani, J., Yuniardi, M. S., & Masturah, A. N. (2018). Fanatisme dan perilaku
agresif
verbal
di
media
sosial
pada
penggemar
idola
K-
Pop. Psikohumaniora: Jurnal penelitian psikologi, 3(1), 59-72.
Kristiani, N. (2017). Analisis Pengaruh Iklan di Media Sosial dan Jenis Media
Sosial Terhadap Pembentukan Perilaku Konsumtif Mahasiswa di
Yogyakarta. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), 196-201.
Larasati, D. (2018). Globalization on Culture and Identity: Pengaruh dan Eksistensi
Hallyu (Korean-Wave) Versus Westernisasi di Indonesia. Jurnal Hubungan
Internasional, 11(1), 109-120.
Liyani, S. K., & Saputro, E. P. (2021). Instagram Dalam Pembentukan Pola
Perilaku Konsumtif Penggemar K-Pop (Studi Kualitatif Pada Mahasiswa
Muhammadiyah
Surakarta) (Doctoral
dissertation,
Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
Manik, M. (2021). Pengalaman Fanatisme pada K-Popers (Studi Kasus ARMY dan
ONCE di Kota Medan).
Mihardja, J., & Paramita, S. (2019). Makna Idola Dalam Pandangan Penggemar
(Studi Komparasi Interaksi Parasosial Fanboy dan Fangirl ARMY Terhadap
BTS). Koneksi, 2(2), 393-400.
31
32
Rinata, A. R., & Dewi, S. I. (2019). Fanatisme Penggemar Kpop Dalam Bermedia
Sosial Di Instagram. Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(2), 13-23.
Sultoni, B. R. (2018). UPAYA DIPLOMASI BUDAYA KOREAN WAVE
TERHADAP INDONESIA MELALUI KOREAN CULTURAL CENTER
INDONESIA (Doctoral dissertation, Univesitas Pembangunan Nasional”
Veteran” Yogyakarta).
Suminar, E., & Meiyuntari, T. (2015). Konsep diri, konformitas dan perilaku
konsumtif pada remaja. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 4(02).
Tartila,
P.
L.
(2013).
Fanatisme
fans
kpop
dalam
blog
netizenbuzz. Commonline, 2(3), 190-205.
Tina Kartika, T. (2020). Reteritorialisasi Kelompok Penggemar Budaya Populer
Korea: Reproduksi Identitas TerhadapKorean Wave. Jurnal Sains Sosial
dan Humaniora, 4(2), 167-181.
Yumna, R., Sabila, A., & Fadhilah, A. (2020). AKTIVITAS FANATISME KPOP
DI
MEDIA
SOSIAL
(ANALISIS
TEKSTUAL
PADA
AKUN
TWITTER@ WINGSFORX1). Syntax, 2(5).
Zahra, S. (2019). PENGGEMAR BUDAYA K-POP (Studi Mengenai Idelologi
Penggemar
Budaya
K-pop
Pada
Fandom
iKONIC
di
Surabaya) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).
Kota
…